Kenapa
selimut?
Aku tidak yakin dengan alasanku bahkan lebih tepatnya tidak
tahu kenapa. Justeru iya, itu seperti lelucon saja. Pikirkan, alasanku saat itu
karena selimut dapat menghangatkannya, juga akan selalu mendekapnya kapanpun saat
dia membutuhkan. Dan, aku membayangkan jika selimut itu aku. Haha lucu sekali
kan, memberi kado kepada seseorang yang sudah menikah dengan alasan beranologi
disengaja semacam itu. Jadi, maksudku sebenarnya itu mau jadi apa coba? Sangat ambigu.
Aku ingin menjadi orang ketiga tidak
tampak pada sebuah malam pertama, kah. Aku tidak nakal seperti itu,
rasanya. Atau, apakah berkorelasi dengan idiom cinta tidak harus memiliki, lalu membiarkan selimut itu menjadi
simbol tapi cintaku selalu abadi. Haha.
Romatisme keblablasan aku pikir.
Baik, bolehlah aku terus menertawakan alasan itu sampai
sekarang. Namun, akankah aku terus menyangkal kejujuranku sendiri. Seberapapun
menjijikannya alasan itu, apakah aku akan terus-terusan tidak mengakui kalau
alasan itu milikku. Buktinya, aku memang berpikir konyol seperti itu tidak
peduli seberapa keras aku menertawakannya akhirnya. Bahkan sebelum aku sempat berpikir
hal lain apapun, kado selimut adalah
hal pertama yang terlintas. Mungkin, karena memang telah jauh terlebih dahulu ada
dalam pikiran juga perasaanku kalau aku masih menyukainya sesaat ketika aku
mendengar kabar undangan pernikahannya. Haha, betapa aku tidak terharu atas
jalan takdir ini.
Maka aku tidak dapat mengatakan apapun, selain datang..
Selamat, semoga engkau bahagia bersamanya..
Aku turut merasa bahagia.
18 Juni 2014 di tendamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar