💜

Lingkaran Cinta

Lingkaran cinta malam ini aku definisikan sebagai entah mengapa terjadi. Aku mengenal tarbiyah dan aku jatuh cinta kepadanya. Entahlah,...

Sabtu, 21 Juni 2014

Seperti Warna Ungu

Aku mempunyai cerita tentang warna ungu. Baru saja terjadi tanggal 18 Juni ini, dan sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Terpisah waktu (dan ruang) yang jauh memang, tapi cerita warna ungu itu sebenarnya sama sekali rekat dan dekat. Ya, tentang kami berdua sebagai pemeran utama itu adalah perekatnya. Dekat karena cerita yang terjadi baru saja seolah menyambung cerita yang telah berlalu bertahun-tahun tapi seakan baru saja terjadi kemarin.
Iya, aku masih ingat sekali cerita tentang warna ungu kala itu. Dan, aku mendapati cerita itu berlanjut pada tanggal 18 Juni ini. Sebuah keindahan tak terlukiskan aku rasakan, maha besar Tuhan yang mempersatukan segala peristiwa yang terpisah-pisah. Jodoh itu indah. Sayangnya, jodoh itu memang bukan antara aku dan dia. Dua pemeran utama ternyata tidak selalu akan dipersatukan, atau memang pemeran utama atau tidak hanya bergantung siapa yang mengatakan. Sudut pandang orang.

Dalam sudut pandangnya, peranku sekarang mungkin hanyalah dianggap sebagai figuran. Iya hanya pemeran ‘tak berarti tidak peduli seberapa aku pernah penting baginya, atau lebih tepatnya dia bagiku. Aku tidak berhak melakukan apapun, selain menerima kenyataan. Tugasku hanyalah harus menyaksikan dia menemukan jodohnya. Dan, menerima itu. Sekalipun sampai sekarang aku serasa masih ingin protes, bagaimana dia berjodoh dengan orang antah berantah yang tidak pernah tersebut dalam cerita. Bukankah cerita ini tentang aku dan dia. Maha besar Tuhan yang mempersatukan dua hal yang terpisah.

Lalu siapa jodohku? Ternyata sebenarnya aku telah menemukannya tepat bersamaan dengan dia menemukan jodohnya. Iya, aku sedang berada bersama jodohku di pesta pernikahannya. Aku menemukan warna ungu itu. Betapa ajaibnya Tuhan mempersatukan hal-hal yang terpisah. Inilah cerita tentang warna ungu yang hendak aku sampaikan. Sudah bertahun-tahun berlalu ketika aku menyatakan rasa suka kepadanya, pada perpisahan SMA.

Wahai pujaan hatiku, aku mengakui menyukaimu. Kau ingat ketika kau datang kerumahku, kau mengenakan jilbab, pakaian, semuanya serba ungu. Ya Allah, kau tampak manis sekali. Kira-kira begitu, salah satu pengakuanku di depan kelas disaksikan semua teman-teman. Hanya saja pengakuan itu datang sangat terlambat. Jadi bagaimana muka dia berubah setelah mendengarnya, biasa saja, tersenyum, tersipu malu, menyesal, aku tidak tahu. Yang aku tahu saat itu dia sudah “bersama” sahabat dekatku.

Jadi aku tidak akan memaksa kita dapat bersatu. Hanya saja memang aku pernah ingin memintamu mengenakan ungu-ungu itu lagi. Cuma kenyataannya ya itu tidak kesampaian.

Namun, sekarang terjadi sudah. Di hari bahagianya, aku bisa menemuinya dengan warna ungu-ungu. Gaunnya, hijabnya, dekorasinya, pernak-perniknya, tendanya. Aku melihat dari mataku ungu ada pada dirinya. Bahkan dalam diriku. Kado selimut yang telah aku persiapkan sebelumnya, kusengaja berwarna ungu, begitu dengan sampulnya, penanya. Tapi entahlah, aku bahkan tidak yakin apakah sebenarnya dia masih mengingat permintaanku bertahun-tahun yang lalu. Hanya saja, maha besar Tuhan yang maha menyatukan. Dia dengan orang antah berantah itu, aku dengan warna ungu. Jodoh itu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar