Aku mempunyai cerita tentang warna ungu. Baru saja terjadi
tanggal 18 Juni ini, dan sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Terpisah waktu
(dan ruang) yang jauh memang, tapi
cerita warna ungu itu sebenarnya sama sekali rekat dan dekat. Ya, tentang kami
berdua sebagai pemeran utama itu adalah perekatnya. Dekat karena cerita yang terjadi
baru saja seolah menyambung cerita yang telah berlalu bertahun-tahun tapi seakan
baru saja terjadi kemarin.
Iya, aku masih ingat sekali cerita tentang warna ungu kala
itu. Dan, aku mendapati cerita itu berlanjut pada tanggal 18 Juni ini. Sebuah
keindahan tak terlukiskan aku rasakan, maha besar Tuhan yang mempersatukan
segala peristiwa yang terpisah-pisah. Jodoh itu indah. Sayangnya, jodoh itu
memang bukan antara aku dan dia. Dua pemeran utama ternyata tidak selalu akan
dipersatukan, atau memang pemeran utama atau tidak hanya bergantung siapa yang
mengatakan. Sudut pandang orang.
Dalam sudut pandangnya, peranku sekarang mungkin hanyalah dianggap
sebagai figuran. Iya hanya pemeran ‘tak berarti tidak peduli seberapa aku pernah
penting baginya, atau lebih tepatnya dia bagiku. Aku tidak berhak melakukan apapun,
selain menerima kenyataan. Tugasku hanyalah harus menyaksikan dia menemukan
jodohnya. Dan, menerima itu. Sekalipun sampai sekarang aku serasa masih ingin
protes, bagaimana dia berjodoh dengan orang antah berantah yang tidak pernah
tersebut dalam cerita. Bukankah cerita ini tentang aku dan dia. Maha besar
Tuhan yang mempersatukan dua hal yang terpisah.
Lalu siapa jodohku? Ternyata sebenarnya aku telah menemukannya
tepat bersamaan dengan dia menemukan jodohnya. Iya, aku sedang berada bersama
jodohku di pesta pernikahannya. Aku menemukan warna ungu itu. Betapa ajaibnya
Tuhan mempersatukan hal-hal yang terpisah. Inilah cerita tentang warna ungu
yang hendak aku sampaikan. Sudah bertahun-tahun berlalu ketika aku menyatakan
rasa suka kepadanya, pada perpisahan SMA.
Wahai pujaan hatiku, aku mengakui
menyukaimu. Kau ingat ketika kau datang kerumahku, kau mengenakan jilbab,
pakaian, semuanya serba ungu. Ya Allah, kau tampak manis sekali. Kira-kira begitu, salah satu
pengakuanku di depan kelas disaksikan semua teman-teman. Hanya saja pengakuan
itu datang sangat terlambat. Jadi bagaimana muka dia berubah setelah mendengarnya,
biasa saja, tersenyum, tersipu malu, menyesal, aku tidak tahu. Yang aku tahu
saat itu dia sudah “bersama” sahabat dekatku.
Jadi aku tidak akan memaksa kita dapat
bersatu. Hanya saja memang aku pernah ingin memintamu mengenakan ungu-ungu itu
lagi. Cuma kenyataannya ya itu tidak kesampaian.
Namun, sekarang terjadi sudah. Di hari bahagianya, aku bisa menemuinya
dengan warna ungu-ungu. Gaunnya, hijabnya, dekorasinya, pernak-perniknya,
tendanya. Aku melihat dari mataku ungu ada pada dirinya. Bahkan dalam diriku.
Kado selimut yang telah aku
persiapkan sebelumnya, kusengaja berwarna ungu, begitu dengan sampulnya,
penanya. Tapi entahlah, aku bahkan tidak yakin apakah sebenarnya dia masih
mengingat permintaanku bertahun-tahun yang lalu. Hanya saja, maha besar Tuhan
yang maha menyatukan. Dia dengan orang antah berantah itu, aku dengan warna
ungu. Jodoh itu indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar